Hal yang berbau romance bukanlah seleraku, karena aku lebih memilih bacaan ataupun tontonan dengan tema adventure, crime, horor, sejarah atau bahkan sedikit komedi. Namun, anehnya aku justru mengoleksi film atau buku nan bertema romance, salah satunya novel yang aku baca demi memenuhi tantangan Reading Challenge Odop, salah satu program literasi dari Komunitas Menulis Odop yang bertema "Fiksi Romance" untuk tantangan pertama yaitu novel "Cinta di Musim Embun", karya sang Novelis Riau, Nafi’ah al-Ma’rab yang kesehariannya dikenal dengan nama Sugiarti, salah satu penulis panutanku dalam menulis fiksi, utamanya novel.

Diawali kisah seperti yang tertulis pada blurb belakang novel, dilanjutkan pada masa kecil kedua tokoh nan mempunyai keyakinan berbeda. Hingga akhirnya, kepahitan dimulai saat Rafella kecil menghilang tanpa kabar, karena ketidaksukaan orang tua atas kedekatan dua anak kecil nan berbeda itu. 

" ... jangan pernah menghidupkan masa lalu di hatimu jika kau sendiri tak bisa berdamai dengan masa sekarang. Hanya akan membuat hati kita sakit dan amat sakit." 

Kesedihan akan kehilangan tak berhenti disitu, Farhan sang tokoh utama pemilik kisah, harus kehilangan sang ibunda, membuatnya harus hidup sebatang kara, mengarungi kehidupan yang jauh dari mimpi masa kecil. Namun, lewat pekerjaan sebagai relawan, setidaknya membawa sang tokoh kita kedalam kebahagiaan yang bernama kepedulian akan sesama. 

Marwan, lelaki sholeh nan menyenangkan, sahabat yang selalu bisa diandalkan dalam situasi apapun, menemani Farhan menghadapi makhluk yang berjenis kelamin hawa nan mengusik keseharian. Dicintai beberapa wanita, tak mampu membuat relawan tampan nan teguh pada prinsipnya itu terusir dari kenangan masa lalu bersama gadis cina yang masih saja mengisi hatinya.

"Sahabat menjadi jalan kehidupan yang lebih baik. Ia tak pernah mengkhianatiku, dan dia selalu tahu apa yang menjadi kebaikan untuk diriku."

Perjalanan cinta benar-benar diuji keras, pertemuan tak terduga terjadi. Namun, kedewasaan dan kekuatan iman akhirnya mengambil alih. Perasaan yang sempat terkubur kembali, namun, terpaksa harus dihapuskan lagi karena masalah keyakinan nan membuat jurang perbedaan makin melebar dan persatuan ialah hal mustahil bagi keduanya. Terlebih Rafella bukan lagi gadis kecil yang dikenal Farhan. Namun, benarkah demikian?

"Aku harus pergi dari Jakarta, aku ingin kita memilih jalan hidup kita masing-masing." 

Tak hanya urusan cinta, Farhan dan Marwan, harus mendedikasikan diri untuk pekerjaan, dihadapkan pada pilihan rumit nan menjemukan, rekan kerja yang termasuk "spesial" nan membuat geram, Hanum dengan sosok yang tak pernah disangka, menambah warna kehidupan lembaga sosial tempat berderma dengan jasa dan tenaga.

"Termasuk berbohong? Tidak, di manapun aku belajar tentang menjadi relawan, tak ada yang demikian."

Sungguh, perjalanan hidup tiada yang tahu akhirnya. Begitupun halnya bagi Farhan, anak kampung yang sedari kecil hidup di kota pelabuhan Selatpanjang, merantau ke Jakarta, membantu korban bencana di Aceh, lalu beralih tugas ke Pekanbaru, lantas kembali ditarik ke Jakarta, hingga akhirnya memilih menetap di Padang. 

Kehidupan yang penuh intrik, permasalahan di lembaga, perubahan yang membuat dampak buruk, hingga sampai pada kabar mengejutkan nan membawa luka makin mendalam. Farhan termasuk sosok kuat nan memegang teguh prinsip yang diyakini. Namun, akankah prinsip itu mempertemukannya dengan cinta dan kebahagiaan?

Cinta, sesuatu yang saat ini masih tak ku mengerti, atau tepatnya kuhindari? Entahlah! Kisah cinta Farhan dan Rafella ialah jalan kehidupan yang pernah menghampiriku, dan keputusan yang diambil Farhan jugalah merupakan keputusan terbaik nan kujalani saat itu. Entah benar itu perasaan cinta atau bukan (sosoknya yang mengingatkanku pada seseorang yang pernah kumiliki, namun, harus kembali pada-Nya, karena DIA lebih mencintainya), yang jelas keputusan pergi menjauh dan tak memendam lebih dalam lagi ialah jalan terbaik demi mempertahankan keyakinan dan memperkuat iman dalam diri. Yah, aku dan dia berbeda. Seperti halnya Farhan dan Rafella.

"Apa kau pikir aku anti menikah? Hah, bisa jadi orang berpikir begitu tanpa mempertimbangkan tentang suasana hatiku. Jika jujur, aku juga ingin bisa jatuh cinta sepertimu."

Ungkapan hati Farhan, yang juga mewakili hati gadis single yang tak lagi muda ini. Udah ya baperannya. Ternyata perkataan "aku no baperan" itu salah. Yah, aku kalah jika sudah dihadapkan pada karya sang Novelis Riau yang sudah menelurkan banyak karya dan penghargaan, serta memenangkan berbagai lomba ini. Jika penasaran, kamu bisa langsung berkunjung ke blog milik Ibu satu anak nan merupakan salah satu anggota Badan Pengurus Pusat (BPP) FLP ini.

Judul Buku   : Cinta di Musim Embun
Penulis         : Nafi'ah al-Ma'rab
Tebal Buku  : iv + 180 halaman
Penerbit     : Lovrinz Publishing
ISBN          : 978-623-5598-31-4
Cetakan 1, Oktober 2021